Wednesday, April 18, 2012

Jadilah Seperti Air
April 17th, 2012 by Choiriyah
Ilustrasi (wunderground.com)
dakwatuna.com – “Mahasuci Allah
yang menguasai (segala) kerajaan, dan
Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.
Yang menciptakan mati dan hidup
untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha perkasa, Maha pengampun. Yang
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
Tidak akan kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang pada ciptaan Tuhan
Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah
sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu
cacat?” (QS. Al Mulk: 1-3)
Allah menciptakan apa-apa yang ada di
langit dan di bumi, agar kita mampu
berfikir dan menelaah. Saat kita duduk
di tepi sungai, akan kita rasakan
serasinya ciptaan Allah. Batu yang
sangat keras dan kokohnya, air yang
mengalir sangat lembut. Tidakkah kita
mampu menerapkannya dalam
kehidupan yang sebenarnya.
Kita ambil ‘ibrah dari air dan batu yang
dapat bekerja sama dengan satu
harmoni yang sangat indah sesuai
kehendak-Nya. Begitulah seharusnya
kita bersikap dan bertindak dalam
dakwah ini. Dakwah ini tidak akan
berjalan dengan segelintir orang saja,
tetapi atas banyak unsur yang berjalan
dengan serasi. Begitu indah pelajaran
yang bisa kita tarik dalam setiap
ciptaan-Nya.
Dakwah ini tidak akan berjalan dengan
selalu memperselisihkan tugas,
“Ini hak Antum, ini hak Ane. Ini
kewajiban Antum, dan ini kewajiban
Ane,”
Malulah kita dengan apa yang terjadi
dengan air dan batu. Tidak ada
pertikaian di antara mereka. Kita sama-
sama muslim dan kita adalah saudara.
Memahami keadaan itu, kita akan
menemukan sebuah pelajaran penting
dalam ukhuwah. Hati kita harus selalu
dijaga kelembutannya, agar ruh-ruh kita
tetap bercahaya. Kita dalam dakwah ini
bukan saling terikat membebani,
melainkan untuk saling tersenyum
memahami dan saling mengerti dengan
kelembutan nurani.
Tertatih kita menjalani kehidupan
dalam dakwah ini, menyambung
silaturahim yang terasa kering, dan
hubungan yang terasa sangat pahit.
Saat kita memaknai dan menamakan
hubungan ini karena Allah maka
semuanya akan terasa indah dan sejuk
dalam sanubari.
Dakwah ini meniti jalan yang sangat
terjal dan berliku, penuh dengan onak
dan duri. Kembali kita meluruskan niat,
mengokohkan tekad, menguatkan
simpul komitmen kita dalam dakwah
dan menunaikan setiap tanggungan
amal-amal yang harus di tunaikan.
Tanpa harus memikulkan tanggungan
kita kepada yang lain, atau
membebankan tugas yang seharusnya
dipikul bersama kepada sebagian dan
bahkan seorang saja.
Berusaha mengukur sendiri
kemampuan diri untuk mampu
mengukur kemampuan orang lain. Saat
kita merasa itu berat bagi kita jangan
lantas di alihkan ke salah seorang
ikhwah kita.
Jangan tanyakan lagi tentang keikhlasan
kepada mereka, karena mereka akan
dengan rela dibebani banyak tugas
meski yang lain dalam keadaan tenang
karena bebas tugas. Yang mereka
pikirkan adalah pahala dan cinta dari
Tuhannya.
Tapi apakah kita tega dan bersenang
hati melihat saudara kita terbebani? Dia
tertatih dengan tugasnya sementara
kita menyibukkan diri dengan
kehidupan pribadi?
“Cintailah orang lain sebagaimana kau
ingin dicintai. Perlakukanlah orang lain,
sebagaimana kau ingin di cintai.”
Maka orang lain akan banyak yang salah
paham. Ada yang merasa tersakiti dan
terluka dari cara kita menyayanginya.
Dan orang akan merasa kita tidak
mencintainya padahal itu wujud cinta
kita padanya.
Maka gantilah bunyinya, “Cintailah
orang lain sebagaimana mereka ingin di
cintai. Perlakukan orang lain dengan
cara sebagaimana mereka ingin
diperlakukan.”
Dengan begitu maka dakwah dan
ukhuwah ini akan terasa indah. Tidak
ada yang merasa hanya sebagian yang
terbebani dan sebagian bebas dari
tugas.
Maka mencobalah untuk menanyakan
kepada saudara kita. Dan pahami
setiap kemampuan diri kita adalah
berbeda. Dengan meminta masukan
pendapat itu maka akan semakin
menguatkan persaudaraan dan
melimpahkan ketulusan.

Kerabatmu Dulu,
Baru Sahabatmu
April 18th, 2012 by Abi Sabila
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com - Pulang sekolah,
Anisa mendapati Bunda sedang melipat
baju yang baru diangkat dari jemuran,
membuat ia teringat dengan sebuah
rencana. Khawatir terlupa lagi, Anisa
langsung menyampaikan rencana
tersebut kepada sang bunda.
“Bunda, boleh tidak kalau aku
memberikan baju yang sudah kekecilan
pada orang yang membutuhkan?”
“Boleh saja. Tapi, bukankah dua minggu
yang lalu semua baju kecilmu sudah
kamu berikan kepada sepupumu?”
“Masih ada satu, Bunda. Baju warna
biru yang dulu ayah belikan. Boleh ya,
Bunda?” Anisa memohon.
“Oh, yang itu. Sekarang kamu sudah
berubah pikiran? Daripada hanya
tersimpan di lemari, Bunda memang
lebih setuju kalau kamu berikan kepada
yang membutuhkan. Bunda yakin Ayah
juga setuju dengan idemu. Kalau boleh
tahu, kepada siapa baju itu akan kamu
berikan?”
Dengan semangat Anisa pun bercerita
bahwa di sekolahnya ada penjual
jajanan yang mempunyai anak
perempuan. Usianya di bawah Anisa.
Kepadanyalah Anisa berencana
memberikan baju yang sebenarnya
sangat special. Baju itu hadiah dari
Ayah saat ulang tahunnya setahun yang
lalu. Tapi karena Ayah keliru memilih
ukuran, sejak dibeli baju itu hanya
tersimpan di lemari. Masih baru, belum
pernah dipakai sama sekali.
“Kamu sudah bilang sama anak atau
ibu penjual jajanan itu kalau kamu akan
memberikan baju?” tanya Bunda.
Anisa menggeleng. Sebenarnya ia agak
khawatir kalau pemberiannya justru
akan menyinggung perasaan mereka.
Terus terang Anisa tidak begitu akrab
dengan mereka.
“Begini, Anisa. Sebenarnya Bunda
mendukung penuh niatmu. Mau
diberikan kepada siapa saja, yang
penting kamu harus ikhlas, tidak
mengharapkan apapun kecuali ridha
Allah semata. Tapi di pengajian
mingguan kemarin, kebetulan ustadzah
membahas tentang prioritas orang-
orang yang berhak menerima sedekah
kita.”
Anisa menatap Bunda, tak mengerti
apa yang Bunda maksudkan.
Maka dengan lemah lembut Bunda
menjelaskan bahwa meski tidak ada
larangan untuk memberikan sedekah
kepada siapa pun, tapi sebenarnya ada
pihak-pihak yang harus diprioritaskan.
Keluarga dan kerabat lebih utama
didahulukan dibanding pihak lain.
Seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad
dan Muslim, Rasulullah saw pernah
bersabda, ““Jika salah seorang di
antaramu miskin, hendaklah dimulai
dengan dirinya, jika ada kelebihan maka
untuk keluarganya, jika ada kelebihan
lagi untuk kerabatnya.” Atau beliau
bersabda: “Untuk yang ada hubungan
kekeluargaan dengannya. Kemudian
apabila masih ada barulah untuk ini
dan itu.”
Juga ada satu firman Allah yang
menunjukkan keutamaan memberi
shadaqoh kepada keluarga, kaum
kerabat kemudian tetangga sekitar,
berdasarkan firman Allah swt: “Kepada
anak yatim yang mempunyai hubungan
kerabat. “ (QS. Al Balad: 15)
Karenanya, Bunda menyarankan
kepada Anisa untuk memberikan baju
itu kepada kerabatnya. Ada satu orang
sepupu Anisa yang belum kebagian
saat Anisa membagi-bagikan baju
bekas layak pakainya dua minggu yang
lalu.
“Jika kita memiliki beberapa yang bisa
kita sedekahkan, tidak masalah kita
berikan kepada beberapa orang,
termasuk yang bukan kerabat kita. Tapi
Adakalanya, kita tak mempunyai
banyak yang bisa kita berikan, bahkan
satu-satunya seperti baju yang akan
kau berikan, kita harus membuat skala
prioritas. Siapa yang paling
membutuhkan, dan siapa yang terdekat
dengan kita. Jika dua orang sama-sama
membutuhkan, tapi hanya satu yang
bisa kita berikan, maka kita utamakan
dulu yang masih ada hubungan keluarga
dengan kita. Menurut Bunda, Aisyah
adalah pilihan yang paling tepat. Kita
tahu, hidup mereka sangat sederhana.
Sudah semestinya ia kita prioritaskan
sebelum orang lain.” Panjang lebar
Bunda menjelaskan.
“Tapi kalau semua orang lebih
mementingkan saudaranya, bagaimana
dengan mereka yang tidak memiliki
saudara, siapa yang akan membantu
mereka? Apa negara, Bunda?”
Bunda tersenyum, menatap Anisa yang
telah melepas kerudungnya, kegerahan.
“Jangan khawatir mereka tidak ada yang
memperhatikan. Apa yang nabi
contohkan, bukan berarti kita tidak
perlu memperhatikan dan membantu
orang lain yang bukan saudara. Bukan
itu maksudnya, Anisa. Jika ada dua
pihak yang sama-sama sangat
membutuhkan, tapi hanya kepada
salah satunya kita bisa membantu,
maka utamakan yang terdekat
hubungannya dengan kita. Jika kita
mampu, membantu orang lain yang
tidak memiliki hubungan kekerabatan
juga dianjurkan. Yang terpenting, kita
harus ikhlas, tidak boleh mengharap
imbalan dan tidak juga boleh menyakiti
perasaan mereka.”
“Mengenai orang-orang yang mungkin
tidak memiliki keluarga, seperti yang
kamu pelajari di sekolah, orang miskin
dan anak-anak terlantar seharusnya
menjadi tanggung jawab negara, dalam
hal ini aparat pemerintahannya. Begitu
pun dalam pandangan agama, seorang
pemimpin wajib memperhatikan
kesejahteraan hidup rakyat yang
dipimpinnya.” Bunda menambahkan.
Kening Anisa berkerut. Masih ada yang
mengganjal di hatinya. “Tapi kok masih
banyak orang-orang yang hidupnya
kekurangan, terlantar di pinggir jalan
dan tinggal di kolong-kolong jembatan.
Apa pemerintah kita tidak tahu, pura-
pura atau justru tidak mau tahu?
Jangan-jangan, para pejabat negeri ini
beralasan kalau mereka sekedar
mengikuti sunah nabi. Karenanya
mereka selalu mengutamakan keluarga
dan kerabatnya saja? Memperkaya diri
sendiri dengan cara korupsi?”
Bunda terkekeh. Cara berfikir Anisa
memang seringkali melampaui anak
seusianya.
“Secara pribadi seorang pejabat tidak
salah jika mengutamakan keluarga dan
kerabatnya. Tapi sebagai aparat
pemerintah, mereka bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat yang
dipimpinnya. Bukankah dalam ruang
lingkup negara, seluruh warga negara
adalah juga keluarganya? Jadi kalau ada
seorang pemimpin, pejabat negara
yang tidak peduli dengan rakyatnya,
dan hanya mengutamakan keluarga
dalam kehidupan pribadinya, maka ia
telah menyalahi amanah yang rakyat
berikan kepadanya. Apalagi kalau
sampai korupsi, memperkaya diri dan
keluarganya sendiri dengan mengambil
hak-hak rakyat, maka tunggulah di
akhirat, ia akan diminta
pertanggungjawabannya.”
Anisa mengangguk. Bukan sok paham,
ia benar-benar telah paham.
“Ya sudah, kalau begitu baju Anisa yang
biru itu buat Aisyah saja. Lain kali, kalau
ada yang sudah tidak muat lagi baru
Anisa berikan kepada anak si penjual
jajanan.”
“Berdoalah, Nak. Semoga Allah
meluaskan rezeki kita agar kita bisa
berbagi dengan banyak orang. Tak
harus menunggu baju kamu kekecilan,
tapi kita bisa membelikan baju-baju
baru untuk mereka yang hidupnya
kekurangan.”
“Amin…”

Akal vs Nafsu
April 18th, 2012 by Herdiansyah
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com
Tuhan,
Akalku pastinya sudah paham
Kalau itu noktah-noktah hitam
Tapi sang nafsu itu
Tak mau berhenti menggoda merayu
Akalku menggelepar
Bak ikan terpanggang
Hidup-hidup dibuatnya
Raga ini selalu berlari
Dari syahwat durja itu
Tapi sang nafsu selalu
Setia hadir mengebiri
Tuhan,
Akalku menangis sedu
Di hadapan dua malaikatMu
Kiri-kanan sampingku
Tak berkutik ditiban sang nafsu
Akalku hanya mampu
Sedikit mengulum senyum tersipu
Kalaku tegak raka’atMu
Namun, akalku tau
Raka’at itu tak memberi
Banyak arti bagiku
Yang berlumuran dosa ini
karena syahwat itu
akan kembali mengebiri
Tuhan,
Kalau ku boleh berkalkulasi pahala
Adakah Ia setitik nila
Adakah Ia mencukupi
Bekal menghadapMu nanti
Sedangkan dosa-dosa itu
Tak terkalkulasi
Menggunung meninggi
Tanpa celah memandang
Tuhan,
Kalau boleh ku mengemis meminta
Tolong sediakan lautan ampunan itu
Beriku telaga rahmanMu
Di tengah kobaran dosa-dosaku
Yang ku pinta hanya ampunanMu
Yang ku harap hanya rahmanMu
Selimuti aku dengan rahimMu
Hangatkan aku dengan ridhaMu

Inilah Hadits-hadits Tentang Fadhilah
Surat Yasin yang Tertolak
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb
semesta alam. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam , keluarga dan para
sahabatnya serta umatnya hingga akhir
zaman.
Surat Yasin menjadi surat primadona bagi
masyarakat kita, Indonesia. Sehingga
muncul di mana-mana kegiatan Yasinan,
karena didalamnya dibaca surat Yasin
secara bersama-sama. Hal ini tidak lepas
dari adanya pemahaman tentang
keistimewaan membaca surat ini atas surat
lainnya, khususnya berkaitan dengan faidah
dan fadhilahnya.
Lebih khusus lagi pada malam Jum'at,
selepas Maghrib maka rumah-rumah,
masjid, dan mushalla ramai dengan
lantunan surat Yasin baik dengan sendiri-
sendiri maupun berjamaah. Terekam dalam
benak, bahwa ini adalah amal yang benar-
benar disyariatkan dan memiliki pahala
besar. Ada kesan penghususan malam
Jum'at dengan membaca surat Yasin, dan
ini sudah kami ulas dalam tulisan
sebelumnya: Malam Jum'at Disunnahkan
Baca Surat Al-Kahfi, Bukan Surat Yasin.
Pada sebagian masyarakat, surat Yasin
sengaja dibaca karena ada hajat atau
kebutuhan yang ingin terpenuhi.
Pembacanya sengaja membaca surat ini
dengan bilangan tertentu agar hajatnya
dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala .
Ringkasnya, mereka menjadikan surat ini
sebagai wasilah agar terkabul doa, yakni
dengan membacanya dalam jumlah
tertentu.
Jika ditanya, kenapa melakukan demikian.
Rata-rata jawabnya, ini kan baik dan
diajarkan oleh kiai atau guru. Padahal
MENGKHUSUSKAN cara dalam membaca
surat ini dengan jumlah bilangan tententu
dan untuk tujuan tertentu tidak memiliki
landasan dari dalil shahih.
Memang benar, surat Yasin termasuk
bagian dari Al-Qur'an. Dan membaca Al-
Qur'an mendatangkan kebaikan yang
banyak dan pahala yang besar dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala . Namun
menghususkan surat tertentu dengan
menetapkan fadhilah dan manfaat tertentu
dari pada surat-surat lainnya, dan
membacanya dengan cara tertentu adalah
membutuhkan dalil khusus. Karena ini
masalah ubudiyyah tidak diketahui tentang
perintah, tatacara dan fahilahnya kecuali
melalui khabar wahyu. Dan tidak didapatkan
khabar shahih tentangnya. Memang
terdapat beberapa hadits yang
menerangkan tentang keutamaan dan
fadhilah surat Yasin, hanya saja statusnya
antara dhaif dan maudhu' (palsu). Berikut
ini beberapa haditsnya:
Pertama, dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu , Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda:
ﻥﺇ ﻪﻠﻟﺍ ﻙﺭﺎﺒﺗ ﻰﻟﺎﻌﺗﻭ ﺃﺮﻗ
) ﻪﻃ ( )ﻭ ﺲﻳ ( ﻞﺒﻗ ﻥﺃ ﻖﻠﺨﻳ
ﻡﺩﺁ ،ﻡﺎﻋ ﻲﻔﻟﺄﺑ ﺎﻤﻠﻓ ﺖﻌﻤﺳ
ﺔﻜﺋﻼﻤﻟﺍ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﺍﻮﻟﺎﻗ :
ﻰﺑﻮﻃ ﺔﻣﻷ ﻝﺰﻨﻳ ﺍﺬﻫ ،ﻢﻬﻴﻠﻋ
ﻰﺑﻮﻃﻭ ﻦﺴﻟﻷ ﻢﻠﻜﺘﺗ ،ﺍﺬﻬﺑ
ﻰﺑﻮﻃﻭ ﻑﺍﻮﺟﻷ ﻞﻤﺤﺗ ﺍﺬﻫ
"Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala
telah membaca surat Thaha dan Yasin
seribu tahun sebelum menciptakan Adam.
Maka saat [ara malaikat mendengar Al-
Qur'an, mereka berkata: Beruntunglah bagi
umat yang diturunkan ini atas mereka,
beruntunglah lisan yang berucap
dengannya, dan beruntunglah bagi hati yang
mengembannya." (HR. al-Darimi dalam
Sunannya: 2/456, Ibnu Huzaimah dalam al-
Tauhid: 109, Ibnu Hibban dalam al-
Dhu'afa': 1/108, dan lainnya. Syaikh Al-
Albani menyebutkannya sebagai hadits
munkar dalam Silsilah al-Ahadits al-Dhaifah,
no. 1248. Beliau berkata: dan matan ini
adalah maudhu' sebagaimana dikatakan
Ibnu Hibban, dan isnadnya dhaif jiddan/
lemah sekali)
Kedua, dari Anas bin Malik Radhiyallahu
'Anhu secara marfu',
ﻞﺧﺩ ﻦﻣ ،ﺮﺑﺎﻘﻤﻟﺍ ﺃﺮﻘﻓ
ﺓﺭﻮﺳ ) ﺲﻳ ﻒﻔﺧ ( ﻢﻬﻨﻋ
،ﺬﺌﻣﻮﻳ ﻥﺎﻛﻭ ﻪﻟ ﺩﺪﻌﺑ ﻦﻣ
ﺎﻬﻴﻓ ﺕﺎﻨﺴﺣ
"Siapa yang masuk ke pemakaman, lalu ia
membaca surat Yasin niscaya diringankan
siksa mereka (ahli kubur) pada hri itu, dan
baginya kebaikan-kebaikan sebanyak orang
yang di dalamnya. " (Hadits
maudhu' (palsu) yang dikeluarkan al-
Tsa'labi dalam tafsirnya, disebutkan Syaikh
al-Albani dalam Silsilah Al-Hadits Al-
Dhaifah: no. 1246)
Ketiga, diriwayatkan dari Anas
Radhiyallahu 'Anhu ia berkata, Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
ﻞﻜﻟ ﻥﺇ ﺀﻲﺷ ﺎﺒﻠﻗ ﺐﻠﻗﻭ
ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻦﻣﻭ ﺲﻳ ﺃﺮﻗ ﺲﻳ ﺐﺘﻛ
ﻪﻠﻟﺍ ﺎﻬﺗﺀﺍﺮﻘﺑ ﺓﺀﺍﺮﻗ
ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﺮﺸﻋ ﺕﺍﺮﻣ
"Sesungguhnya setiap sesuatu ada
jantungnya, dan jantungnya Al-Qur'an
adalah surat Yasin. Siapa membacanya
surat Yasin niscaya Allah mencatat untunya
membaca Al-Qur'an sepuluh kali." (HR. Al-
Tirmidzi, statusnya Maudhu' (palsu)
sebagaimana disebutkan Syaikh Al-Albani
dalam Shahih wa Dhaif Sunan al-Tirmidzi:
2887, Dhaif Al-Targhib wa Al-Tarhib: 885,
Dhaif al-Jami' al-Shaghir: 1935)
Keempat, riwayat dari Ma'qil bin Yasar
Radhiyallahu 'Anhu,
ﺃﺮﻗ ﻦﻣ ) ﺲﻳ ( ﺀﺎﻐﺘﺑﺍ ﻪﺟﻭ
ﻪﻠﻟﺍ ، ﺮﻔﻏ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻟ ﺎﻣ
ﻡﺪﻘﺗ ﻦﻣ ﻪﺒﻧﺫ ، ﺎﻫﻭﺅﺮﻗﺎﻓ
ﺪﻨﻋ ﻢﻛﺎﺗﻮﻣ
"Siapa membaca surat Yasin untuk
mengharap wajah Allah niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu, maka
bacalah surat Yasin pada orang meninggal
kalian." (Hadits Dhaif, dalam Dhaif al-Jami'
al-Shaghir: 5785)
Kelima, dari 'Atha bin Abi Rabbah
Radhiyallahu 'Anhu berkata, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
ﺃﺮﻗ ﻦﻣ ) ﺲﻳ ( ﻲﻓ ﺭﺪﺻ
؛ﺭﺎﻬﻨﻟﺍ ﺖﻴﻀﻗ ﻪﺠﺋﺍﻮﺣ
"Siapa membaca surat Yasin di siang hari,
niscaya dipenuhi semua
kebutuhannya." (Dhaif Misykah al-
Mashabih: 2118)
Dan secara umum semua riwayat yang
menerangkan keutamaan surat Yasin adalah
Dhaif dan maudhu' (palsu) sebagaimana
yang telah diteliti oleh Syaikh Al-Albani
rahimahullah dalam beberapa kitabnya.
Wallahu Ta'ala A'lam.
Bagaimana Supaya Doa Dikabulkan?
Bagi seorang muslim yang memiliki hajat
kepada Allah dan berharap agar terkabul
doanya untuk benar-benar berdoa kepada
Allah dengan menyebut Asmaul Husna
(nama-nama Allah yang Maha Indah) dan
sifat-sifat Allah yang Mahatinggi, memohon
kepada-Nya dengan merendahkan diri
setiap saat, khususnya di waktu dan tempat
mustajabah untuk dikabulkan kebutuhannya.
Allah Ta'ala berfirman,
ﺍَﺫِﺇَﻭ َﻚَﻟَﺄَﺳ ﻱِﺩﺎَﺒِﻋ ﻲِّﻨَﻋ ﻲِّﻧِﺈَﻓ
ٌﺐﻳِﺮَﻗ ُﺐﻴِﺟُﺃ َﺓَﻮْﻋَﺩ ِﻉﺍَّﺪﻟﺍ ﺍَﺫِﺇ
ِﻥﺎَﻋَﺩ ﺍﻮُﺒﻴِﺠَﺘْﺴَﻴْﻠَﻓ ﻲِﻟ
ﺍﻮُﻨِﻣْﺆُﻴْﻟَﻭ ﻲِﺑ ْﻢُﻬَّﻠَﻌَﻟ َﻥﻭُﺪُﺷْﺮَﻳ
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah) Ku dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah:
186)
Meminta dikabulkan doa itu tidak boleh
mengerjakan ibadah dan amal-amal
qurubat yang tidak memiliki landasan
perintahnya dari sunnah. Dan siapa yang
melaksanakan ibadah tanpa mengikuti
sunnah, ibadah tersebut tertolak. Walalhu
Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]