Tuesday, December 11, 2012

Beberapa Kesalahan Dalam Wudhu


1. Melafadzkan niat di awal berwudhu.
Hal ini tidak diperbolehkan, karena niat
tempatnya adalah di hati sedangkan
melafadzkan niat tidak pernah dilakukan oleh
Nabi dan suri tauladan kita -Shallallahu
‘alaihi wasallam-. Niat yang syar’iy adalah
munculnya di dalam hati orang yang
berwudhu bahwa ini wudhu untuk sholat,
atau untuk menyentuh mushaf, atau untuk
mengangkat hadats, atau yang semisalnya,
inilah niat. Dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- menganjurkan untuk memulai
ibadah wudhu dengan bacaan basamalah
bukan dengan ucapan lainnya, maka
memulai wudhu dengan mengeraskan
bacaan niat merupakan penyelisihan
terhadap tuntunan dan perintah beliau.
2. Tidak punya perhatian terhadap cara
wudhu dan mandi (junub) yang syar’i,
bergampangan dalam bersuci, dan tidak
punya perhatian untuk mempelajari
hukum-hukum seputar thoharoh
(bersuci).
Ini termasuk perkara yang seharusnya
dijauhi oleh seorang muslim, karena
sesungguhnya, thoharoh, berwudhu, dan
mandi (junub) merupakan syarat syahnya
sholat bagi orang yang berhadats, dan
barangsiapa yang bergampangan
terhadapnya maka sholatnya tidak syah
karena dia melalaikan kewajiban dan syarat
(dari bersuci).
Dan sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- telah bersabda kepada sahabat
Laqith bin Saburoh:
“Sempurnakanlah wudhu”. Riwayat
Ashhabus Sunan dan dishohihkan oleh Ibnu
Khuzaimah.
Dan dalam Ash-Shohihain (Kedua kitab Ash-
Shohih) :
“Celakalah bagi tumit-tumit dari api
Neraka”.
Hal ini karena tumit adalah tempat yang
kadang terlupakan (untuk dicuci), maka
hadits ini menunjukkan bahwa selain tumit
sama hukumnya dengan tumit. Karenanya,
wajib untuk menyempurnakan wudhu
terhadap seluruh anggota-anggota wudhu
dengan cara mencuci semuanya dengan air,
kecuali kepala karena kepala sudah
teranggap syah jika mengusap sebagian
besar darinya, yaitu mengusap sebagian
besar dari kepala bersama kedua telinga,
karena kedua telinga termasuk bagian dari
kepala sebagaimana yang tsabit dari beliau
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
“Kedua telinga adalah bagian dari kepala”.
Maka hendaknya seorang muslim
mempelajari hukum-hukum berwudhu dan
hendaknya dia berwudhu dengan sempurna
dengan mencucinya sebanyak tiga kali dalam
rangka mencontoh Nabinya Muhammad -
Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan agar dia
mendapatkan keutamaan sholat. Imam An-
Nasa`i dan Ibnu Majah telah meriwayatkan
sebuah hadits dengan sanad yang shohih
dari ‘Utsman -radhiallahu ‘anhu- dari Nabi -
Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau
bersabda:
“Barangsiapa yang menyempurnakan wudhu
sebagaiman yang Allah perintahkan, maka
sholat-sholat wajib (yang lima) adalah
penghapus dosa (yang terjadi) di
antaranya”.
Dan hadits-hadits yang berkenaan dengan
keutamaan menyempurnakan wudhu dan
bahwa dia menghapuskan dosa-dosa
sangatlah banyak.
3. Perasaan was-was dan ragu-ragu
dalam berwudhu dengan cara
menambah jumlah cucian melebihi tiga
kali.
Ini adalah was-was dari setan, karena Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak pernah
menambah cucian dalam wudhu lebih dari
tiga kali, sebagaimana yang tsabit dalam
Shohih Al-Bukhary bahwa [Nabi -Shallallahu
'alaihi wasallam- berwudhu tiga kali-tiga
kali]. Maka yang wajib atas seorang muslim
adalah membuang semua was-was dan
keragu-raguan (yang muncul) setelah
selesainya wudhu dan jangan dia menambah
lebih dari tiga kali cucian untuk menolak
was-was yang merupakan salah satu dari
tipuan setan.
4. Boros dalam penggunaan air.
Ini adalah terlarang berdasarkan keumuman
firman Allah -Ta’ala-:
“Dan janganlah kalian berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-
An’am: 141 dan Al-A’raf: 31)
Dan semakna dengan keumuman ini adalah
hadits Sa’ad tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- melewati beliau ketika beliau
(Sa’ad) sedang berwudhu, maka beliau
bersabda kepadanya:
“Janganlah kalian boros dalam (penggunaan)
air”, maka beliau (Sa’ad) berkata, “Apakah
dalam (masalah) air ada pemborosan?”,
beliau bersabda, “Iya, walaupun kamu
berada di sungai yang banyak airnya”.
Riwayat Ahmad.
5. Menyebut nama Allah di dalam WC
atau masuk ke dalamnya dengan
membawa sesuatu yang di dalamnya
terdapat dzikir kepada Allah.
Ini adalah hal yang makruh maka
sepantasnya bagi seorang muslim untuk
menjauhinya. Dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu
‘anhuma- beliau berkata:
“Ada seorang lelaki yang berlalu sementara
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
sedang kencing. Maka orang itu pun
mengucapkan salam tapi Nabi tidak
membalas salamnya”. Riwayat Muslim.
Hal ini karena menjawab salam adalah
termasuk dzikir.
6. Mengusap kepala lebih dari satu kali.
Ini bertentangan dengan petunjuk Nabi -
Shallallahu ‘alaihi wasallam- karena beliau
selalu mengusap kepalanya hanya satu kali,
sebagaimana yang tsabit dalam hadits ‘Ali -
radhiallahu ‘anhu- tentang sifat wudhu Nabi -
Shallallahu ‘alaihi wasallam-, beliau berkata:
“Beliau mengusap kepalanya satu kali”.
Riwayat At-Tirmidzy dan An-Nasa`i dengan
sanad yang shohih. Imam Abu Daud
berkata, “Hadits-hadits yang shohih dari
‘Utsman seluruhnya menunjukkan bahwa
pengusapan kepala hanya satu kali”.
7. Mengusap tengkuk (leher bagian
belakang).
Ini termasuk dari sejumlah kesalahan
bahkan sebagian ulama menganggapnya
sebagai bid’ah karena tidak adanya satupun
hadits yang tsabit dari Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam-, yang ada hanya
diriwayatkan dalam hadits-hadits yang palsu
dan mungkar. Sebagian ulama ada yang
menyebutkan (disyari’atkannya) mengusap
tengkuk akan tetapi dia tidak mengetahui
bahwa haditsnya tidak shohih, karenanya
tidak disyari’atkan untuk mengusapnya, dan
wajib untuk mengingatkan hal ini sebagai
bentuk penjagaan terhadap syari’at dari
penambahan.
8. Mengusap bagian bawah dari khuf
(sepatu) dan jaurab (kaus kaki) ketika
mengusap di atas khuf.
Ini merupakan kesalahan dan kejahilan
karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
mengusap bagian atas khuf , sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu
Daud, dan At-Tirmidzy dari Al-Mughirah bin
Syu’bah beliau berkata:
“Saya melihat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengusap bagian atas kedua
khufnya”.
Dan Imam Abu Daud juga meriwayatkan
dari ‘Ali -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata:
“Seandainya agama itu dengan akal, niscaya
bagian bawah khuf yang lebih pantas
daripada bagian atasnya. Sungguh saya
telah melihat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengusap bagian atas kedua khuf
beliau”.
9. Beristinja` (mencuci dubur) dari buang
angin (kentut).
Tidak ada istinja` ketika kentut, istinja`
hanya pada kencing dan buang air besar,
maka tidak disyari’atkan bagi orang yang
kentut untuk beristinja` sebelum berwudhu
sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
orang, karena dalil-dalil syari’at tidak ada
yang menjelaskan akan istinja` dari kentut,
yang ada hanyalah penjelasan bahwa kentut
adalah hadats yang mengharuskan wudhu,
dan segala puji hanya milik Allah atas
kemudahan dari-Nya. Imam Ahmad -
rahimahullah- berkata, “Tidak terdapat
dalam Al-Kitab, tidak pula dalam sunnah
Rasul-Nya adanya istinja` dalam kentut,
yang ada hanyalah wudhu”.
[Al-Minzhar fi Bayan Al-Akhtha` Asy-Syai'ah
karya Asy-Syaikh Saleh bin Abdil Aziz Alu
Asy-Syaikh]
Sumber: http://al-atsariyyah.com/
kesalahan-kesalahan-dalam-thaharah.html
ADAKAH YANG SALAH DALAM WUDHU
KITA?
Sebagaimana telah diketahui bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan shalat
kepada kita setiap sehari. Dan shalat-shalat
ini, setiap manusia berbeda-beda dalam
menunaikannya sesuai dengan kondisinya,
maka di antara mereka ada yang baik dalam
menunaikannya dan ada yang buruk. Oleh
sebab itu, wajib bagi setiap muslim untuk
bersungguh-sungguh dalam menunaikannya
semaksimal mungkin, supaya sempurna
amalannya, dan penuh pahalanya. Sebelum
itu semua, hendaknya dia bersungguh-
sungguh supaya amalannya ikhlash untuk
mendapatkan wajah Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan supaya dia termasuk golongan
orang yang bertaqwa. Karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima
amalan kecuali dari orang yang bertaqwa.
Dan setelah itu, maka bisa dikatakan bahwa
salah satu sebab berkurangnya pahala shalat
adalah apa yang terjadi pada sebagian
orang yang shalat berupa perkara-perkara
yang menyelisihi shalat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, yang beliau telah
bersabda:
} ﺍﻮﻠﺻ ﺎﻤﻛ ﻲﻠﺻﺃ ﻲﻧﻮﻤﺘﻳﺃﺭ ﻩﺍﻭﺭ]{
.[ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ
”Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari)
Dan demikian juga apa yang terjadi dari
sebagian mereka berupa kesalahan dan
kekurangan dalam wudhu, dan tidak
membasuskannya, padahal Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
} ﺄﺿﻮﺗ ﻦﻣ ﺎﻤﻛ ﻰَّﻠﺻﻭ ﺮﻣُﺃ ﺎﻤﻛ ﺮﻣُﺃ ﻪﻟ ﺮﻔُﻏ
ﺎﻣ ﻦﻣ ﻡﺪﻗ ﺪﻤﺣﺃ ﻩﺍﻭﺭ]{ﻞﻤﻋ .[ﻲﺋﺎﺴﻨﻟﺍﻭ
”Barang siapa yang berwudhu sepertu apa
yang diperintahkan, dan shalat seperti yang
diperintahkan, diampuni dosanya yang telah
lalu.”(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, an-
Nasaai)
Dan yang terakhir wahai saudaraku muslim,
aku persembahkan kepada anda seklian
sebagian kesalahan-kesalahan orang dalam
thaharah (bersuci) mereka, supaya anda
semua menjauhinya dan menasehati orang-
orang yang terjerumus ke dalamnya supaya
meninggalkannya dan agar dia meraih
pahalanya.
) ﻝﺩ ﻦﻣ ﻰﻠﻋ ﺮﻴﺧ ﻪﻠﻓ ﻞﺜﻣ ﺮﺟﺃ ﻪﻠﻋﺎﻓ (
”Barang siapa yang menunjukkan kepada
kebaikan, maka baginya pahala seperti
pahala orang yang mengamalkanya.”
Kesalahan dalam wudhu
1. Menjaharkan (mengeraskan) bacaan niat
ketika berwudhu, dan ini menyelisihi sunnah
(petunjuk) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: ”Tidak
pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam di awal wudhunya mengucapkan:
’Nawaitu Raf’al Hadatsi’ tidak
pula:’(Nawaitu) Istibahaatas Shalati’ dan
juga tidak seorang pun di antara Shahabat
Nabi, dan juga tidak datang keterangan
tentang hal itu dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, satu huruf pun (hadits), tidak
dengan sanad shahih maupun dhaif.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata: ”Melafazhkan
(mengucapkan) niat adalah kekurangan
dalam akal dan agama…. Adapun
kekurangan dalam agama adalah, karena hal
itu bid’ah…. adapun secara akal, karena hal
itu seperti halnya orang yang akan makan,
lalu dia berkata: ”Aku berniat meletakkan
tangannku di piring ini, aku ingin mengambil
darinya satu suapan dan aku akan
meletakannya di mulutku, lalu aku kunyah
kemudian aku telan supaya aku kenyang.
Tentunya hal seperti ini adalah sebuah
kedunguan dan kebodohan."
2. Berdoa ketika membasuh anggota wudhu,
seperti perkataan sebagian orang ketika
membasuh tangan kanannya: ” Allahumma
A’thinii Kitaabii bi Yamiinii (Ya Allah
berikanlah kepadaku catatan amalku pada
hari kiamat dengan tangan kanan)”. Dan
ketika membasuh wajahnya berkata:
” Allahumma Bayyidh Wajhii Yauma
Tabyadhdhu Wujuh (Ya Allah putihkanlah
(bersinar dan cerah) wajahku pada hari di
mana wajah-wajah menjadi putih)” sampai
akhir, mereka berdalil dengan hadits dari
Anas radhiyallahu 'anhu , di dalamnya
disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Anas,
mendekatlah kepadaku, aku akan
mengajarimu batasan-batasan wudhu, maka
aku mendekat kepada beliau. Maka ketika
beliau mencuci tangannya beliau membaca:
ﻢﺴﺑ ﺪﻤﺤﻟﺍﻭ ﻪﻠﻟﺍ ﻻﻭ ﻪﻠﻟ ﻝﻮﺣ ﻻﻭ ﻻﺇ ﺓﻮﻗ
ﻪﻠﻟﺎﺑ
Bismillah wal hamdulillah wala haula wala
quwata illa billah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata: ”Ini
adalah doa yang tidak ada asal-usulnya.”
Imam Ibnu Shalah rahimahullah berkata:
”Tidak shahih hadits dalam masalah ini.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
”Tidak dinukil dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwa beliau mengucapkan
sesuatu dalam wudhunya selain bismillah…
dan setiap hadits tentang dzikir (bacaan-
bacaan) ketika wudhu maka itu adalah dusta
dan sesuatu yang mengada-ada yang tidak
pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dan juga beliau tidak
pernah mengajarkannya kepada ummatnya.
Dan tidak tsabit dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam selain bacaan bismillah di awal
wudhu dan doa di bawah ini di akhir wudhu:
ﺪﻬﺷﺃ ) ﻥﺃ ﻻ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻪﻠﻟﺍ ﻩﺪﺣﻭ ﻚﻳﺮﺷ ﻻ
.. ﻪﻟ ﻥﺃ ﺪﻬﺷﺃﻭ ﻩﺪﺒﻋ ًﺍﺪﻤﺤﻣ
ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ﻢﻬﻠﻟﺍ.. ﻦﻣ ﻲﻨﻠﻌﺟﺍ ﻦﻴﺑﺍﻮﺘﻟﺍ
ﻦﻳﺮﻬﻄﺘﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﻲﻨﻠﻌﺟﺍﻭ (
Anggota-anggota Lajnah Daimah berkata:
”Tidak tsabit dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bacaan-bacaan doa yang dibaca
ketika wudhu, dan apa yang dibaca oleh
orang-orang pada umumnya dari bacaan-
bacaan ketika wudhu maka hal itu adalah
bid’ah.
3. Boros dalam menggunakan air. Imam al-
Bukhari rahimahullah meriwayatkan sebuah
hadits dari Anas radhiyallahu 'anhu berkata:
ﻥﺎﻛ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻞﺴﻐﻳ ﻢﻠﺳﻭ -
ﻭﺃ ﻥﺎﻛ ﻞﺴﺘﻐﻳ - ﻉﺎﺼﻟﺎﺑ ﻰﻟﺇ ﺔﺴﻤﺧ ﺩﺍﺪﻣﺃ
ﺄﺿﻮﺘﻳﻭ .ﺪﻤﻟﺎﺑ
”Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mandi dengan satu sha' (empat
mud) sampai 5 mud, dan berwudhu dengan
satu mud (satu mud: dua genggam telapak
tangan )”
Imam al-Bukhari rahimahullah berkata di
awal Kitab Wudhu dalam kitab Shahihnya:
”Para ulama memakruhkan (membenci)
perbuatan boros dalam berwudhu dan
melebihi perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam.”
dan termasuk sikap boros adalah membuka
kran besar-besar ketika berwudhu,
membasuh anggota wudhu lebih dari tiga
kali dan lain-lain.
4. Tidak sempurna dalam membasuh
anggota wudhu dan mengakibatkan ada
sebagian anggota wudhu yang tidak
terbasuh oleh air. Imam al-Bukhari
rahimahullah meriwayatkan dalam kitab
Shahihnya
Dari Muhammad bin Ziyad, dia berkata:’Aku
mendengar Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
-saat itu beliau melewati kami, dan orang-
orang sedang berwudhu-: ”Sempurnakanlah
wudhu kalian, sesungguhnya Abul Qosim
(Rasulullah) shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
" ﻞﻳﻭ ﻦﻣ ﺏﺎﻘﻋﻸﻟ ." ﺭﺎﻨﻟﺍ
”Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh
air ketika berwudhu) dari api neraka.”
Dan dari Khalid bin Mi’dan dari sebagian
istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam:
ﻝﻮﺳﺭ ﻥﺃ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻯﺃﺭ
ﻲﻠﺼﻳ ﻼﺟﺭ ﻲﻓﻭ ﻪﻣﺪﻗ ﺮﻬﻇ ﻪﻌﻤﻟ ﺭﺪﻗ
ﻢﻟ ﻢﻫﺭﺪﻟﺍ ﺎﻬﺒﺼﻳ ﺀﺎﻤﻟﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻩﺮﻣﺄﻓ
ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ " ﻢﻠﺳﻭ ﺪﻴﻌﻳ ﻥﺃ
." ﺀﻮﺿﻮﻟﺍ ﺪﻤﺣﺍ ﻩﺍﻭﺭ ﺩﻭﺍﺩﻮﺑﺃﻭ " ﺩﺍﺯﻭ
ﻩﻼﺼﻟﺍﻭ ." ﻝﺎﻗ ﻲﻧﺎﻛﻮﺸﻟﺍ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻤﺣﺭ
ﺚﻳﺪﺤﻟﺍﻭ :ﻰﻟﺎﻐﺗ ﻝﺪﻳ ﻰﻠﻋ ﺏﻮﺟﻭ ﺓﺩﺎﻋﺇ
ﻦﻣ ﺀﻮﺿﻮﻟﺍ ﻪﻟﻭﺃ ﻦﻣ ﻰﻠﻋ ﻦﻣ ﻙﺮﺗ ﻞﺴﻏ
ﻪﺋﺎﻀﻋﺃ ﻞﺜﻣ .ﺭﺍﺪﻘﻤﻟﺍ ﻚﻟﺫ
”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melihat seorang laki-laki yang
shalat sedangkan di punggung kakinya
terdapat bagian mengkilap karena tidak
terbasuh oleh air wudhu seukuran uang
dirham (uang logam), maka Nabi
menyuruhnya untuk mengulang
wudhunya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu
Dawud menambahkan:” dan (mengulang)
shalat”)
Al-Atsram berkata: ”Aku bertanya kepada
imam Ahmad: ’hadits ini sandanya jayyid
(bagus)?’ Beliau menjawab: ’jayyid.’
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata
tentang hadits ini: ”Hadits ini menunjukkan
wajibnya mengulang wudhu dari awal, bagi
orang yang yang meninggalkan membasuh
anggota wudhunya sekalipun sekecil apa
yang disebutkan dalam hadits.”
5. Melakukan tayamum padahal ada air dan
dia mampu menggunakannya. Ini adalah
kesalahan yang sangat jelas, Allah
berfirman:
ْﻢَﻠَﻓ ْﺍﻭُﺪِﺠَﺗ ْﺍﻮُﻤَّﻤَﻴَﺘَﻓ ﺀﺎَﻣ ًﺎﺒِّﻴَﻃ ًﺍﺪﻴِﻌَﺻ (
43:ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ]
”Lalu kalian tidak mendapatkan air, maka
bertayamumlah kalian dengan tanah yang
suci. (QS. an-Nisaa’: 43)
Maka ayat ini secara jelas menunjukkan
bahwa tayamum tidak diperbolehkan kalau
ada air dan dia mampu menggunakannya.
6. Sebagian orang tertidur di masjid,
kemudian apabila iqamat dikumandangkan
dia dibangunkan oleh orang di sebelahnya
lalu langsung bangkit shalat tanpa berwudhu
lagi. Orang yang seperti ini wajib baginya
untuk berwudhu, karena dia lelap dalam
tidurnya. Adapun kalau dia sekedar
mengantuk dan tidur ringan sehingga masih
mengetahui siapa yang ada di sekitarnya,
maka tidak wajib baginya untuk berwudhu
lagi.
7. Keyakinan sebagian orang bahwa wudhu
tidak sempurna kecuali jika dilakukan tiga
kali tiga kali, maksudnya membasuh masing-
masing anggota wudhu tiga kali. Ini adalah
keyakinan yang salah. Imam al-Bukhari
berkata di dalam kitabnya: ’Bab wudhu
sekali sekali’ kemudian membawakan
hadits dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu'anhuma
ﺄﺿﻮﺗ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻩﺮﻣ
.ﻩﺮﻣ
”Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudhu
sekali sekali.”
Lalu berkata lagi: ’Bab wudhu dua kali dua
kali’ , kemudian membawakan hadits dari
‘Abdullah bin Yazid radhiyallahu 'anhu:
ﻥﺇ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﺄﺿﻮﺗ ﻢﻠﺳﻭ
ﻦﻴﺗﺮﻣ .ﻦﻴﺗﺮﻣ
”Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berwudhu dua kali dua kali.”
Beliau juga berkata: ’Bab wudhu tiga kali
tiga kali’ , kemudian beliau membawakan
hadits ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu:
ﻥﺃ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﺎﺛﻼﺛﺄﺿﻮﺗ
.ﺎﺛﻼﺛ
”Sesunguhnya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berwudhu tiga kali tiga kali.”
Maka hadits-hadits di atas menunjukkan
bolehnya berwudhu dengan basuhan sekali
sekali, dua kali dua kali, dan tiga kali tiga
kali.
8. Keyakinan sebagian orang bahwasanya
wajib untuk membasuh/mencuci kemaluan
sebelum berwudhu. Ini adalah keyakinan
yang keliru, maka barang siapa yang bangun
dari tidur, atau keluar angin, maka tidak
wajib baginya untuk membasuh
kemaluannya kecuali jika ingin membuang
hajat (air kecil atau air besar), maka wajib
baginya untuk beristinja (cebok) dari air
kencing supaya tidak tersisa sisa-sisa
tetesan air kencing di saluran kencingnya
yang akhirnya menetes di celananya.
9. Membasuh leher ketika berwudhu. Ibnul
Qoyyim rahimahullah berkata: ”Tidak shahih
satu pun hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam tentang membasuh leher ketika
berwudhu. (Zaadul Ma’ad 1/195)
10. Meninggalkan istinsyaq dan istintsar.
Istinsyaq adalah menghirup air lewat hidung
sampai ke pangkal hidung, dan Istintsar
adalah mengeluarkannya (air yang dihirup
tadi) dari hidung. Sebagian kaum muslimin
ketika bewudhu hanya memasukan jarinya
yang basah ke dalam hidung. Dalil tentang
Istinsyaq dan istintsar adalah hadits yang
terdapat dalam Shahih al-Bukhari:
Dari Humran, (beliau menyifati wudhu
Utsman radhiyallahu 'anhu)…. . Kemudian ia
memasukkan tangan kanannya di bejana,
lalu ia berkumur, menghirup air ke hidung
[dan mengeluarkannya, l/49].
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: ”Barangsiapa berwudhu,
hendaklah ia menghirup air ke hidung (dan
mengembuskannya kembali); dan
barangsiapa yang melakukan istijmar
(bersuci dari buang air besar dengan batu),
hendaklah melakukannya dengan ganjil
(tidak genap).”
11. Melebihi tiga kali dalam membasuh
anggota wudhu. Hal ini terjadi pada
sebagian kaum muslimin, dan mereka
meyakini bahwa semakin banyak dalam
membasuh anggot wudhu maka pahalanya
akan semakin banyak dan besar. Dan ini
adalah was-was dan tipu daya dari Syaithan,
karena suatu amalan apabila tidak
disyariatkan maka amalan tersebut tertolak
sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam:
ﺙﺪﺣﺃ ﻦﻣ" ﻲﻓ ﺎﻧﺮﻣﺃ ﺍﺬﻫ ﺎﻣ ﺲﻴﻟ ﻪﻨﻣ ﻮﻬﻓ
ﻖﻔﺘﻣ)."ﺩﺭ ( ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺴﻤﻟﻭ ﻯﺮﺧﺃ ﻪﻳﺍﻭﺭ
ﻦﻣ": ﻆﻔﻠﺑ ﻞﻤﻋ ﻼﻤﻋ ﺲﻴﻟ ﻪﻴﻠﻋ ﺎﻧﺮﻣﺃ ﻮﻬﻓ
"ﺩﺭ
”Barang siapa yang membuat perkara baru
dalam agama kami, sesuatu yang bukan
bagian darinya maka dia tertolak.” (Mutafaq
‘alaihi) dan dalam riwayat Muslim:”Barang
siapa yang melakukan amalan yang tidak di
atas perintah kami maka tertolak.”