Thursday, December 13, 2012

Tetap damai, bagaimanapun jodoh kita

Apakah ada di belahan bumi ini, seorang
manusia yang dapat mengenal manusia lain
100% ? jawabannya pastilah tidak ada.
Mungkin karena itulah ada pengkiasan yang
mengatakan "dalamnya laut bisa diukur,
dalamnya hati siapa tahu". Maka seperti
itu jugalah gambaran jodoh kita saat ini.
Seseorang yang asing, dari lokasi antah
berantah yang dipertemukan dengan kita,
menjadi teman satu rumah kita, serta selalu
bersama menghabiskan waktu. Tak jarang
hal itu menyisakan berbagai kesan di hati.
Kesan itu bernama kebahagiaan,
kesyukuran, bahkan tak jarang sebuah
penyesalan. Jodoh memang seharusnya bisa
berarti kado terindah. tapi bagaimana kita
menyikapinya jika ternyata jodoh kita
tersebut menjadi musibah termanis yang
akan menjadi bagian seumur hidup dari
hidup kita?
Hal yang pertama yang harus dilakukan
adalah menerima. Memang tidak mudah,
apalagi jika ternyata jodoh itu menjadi
bagian dari takdir untuk menguji kita.
Namun jika kita memutuskan untuk
menerima terlebih dahulu, apapun dan
bagaimanapun itu, paling tidak langkah
selanjutnya inshaAllah akan mudah untuk
dilakukan.
Di dunia ini tidak banyak manusia yang
berhati luas untuk sekedar menerima untuk
mengatasi masalahnya sendiri. Maka
jadilah luar biasa dengan menjadi salah
satu manusia ajaib itu, yang cukup handal
untuk meluaskan hati dan membuka pikiran
untuk berpikir jernih. Toh, jika masalah itu
selesai atau menjadi mudah untuk diatasi,
bukankah itu juga akan memperingan diri
kita sendiri?.
Setelah belajar menerima, milikilah pola
pikir, bahwa tidak ada sesuatu yang bisa
berubah hanya dalam hitungan detik, menit
atau hari. Apalagi menyangkut tentang
watak, dan kebiasaan seseorang. Maka hal
mutlak yang harus kita lakukan berikutnya
adalah bersabar dalam mengubah atau
memperbaiki kekurangan pasangan kita.
Seperti halnya kita yang asing dan memiliki
sifat dan latar belakang yang asing pula,
seperti itu jugalah pasangan kita menilai
diri kita. Jika kesabaran untuk menerima itu
hilang, akan susah bagi kita untuk
memperbaiki keadaan yang ada.
Selanjutnya, lakukanlah action nyata untuk
sebuah perbaikan. Komunikasi yang cerdas
dan pemahaman yang mendalam tentang
bagaimanapun kondisi pasangan kita, bisa
jadi salah satu sikap yang harus kita
lakukan. Kebanyakan konflik rumah tangga
berasal dari tidak sehatnya komunikasi
antara kedua belah pihak. Banyak suami
istri yang menganggap bahwa pasangan
mereka bisa membaca pikirannya dan
sudah seharusnya tahu tentang bagaimana
keinginan yang lain. Namun disinilah justru
letak kesalahannya. Bukankah kita semua
adalah manusia biasa yang tidak bisa
membaca pikiran orang lain dan masih
sama-sama belajar untuk mengerti tentang
bagaimana selera pasangan kita?.
Selain itu, belajar untuk peka terhadap
apapun keadaan pasangan kita, juga harus
kita lakukan. Paling tidak hal ini akan
membuka jalan bagi kita untuk lebih mudah
mengenalnya. Ada pelajaran manis yang
bisa kita petik dari rumah tangga
Rasulullah Salallahu a'alaihi wassalam
dengan istri beliau khadijah. Saat itu Nabi
baru menerima wahyu pertama di Gua
Hira’. Nabi shallallahu alaihi wasallam
pulang ke rumah dan sang istri Khadijah
melihat beliau dalam keadaan gemetar fisik
dan hatinya. Beliau masuk dan berkata:
"selimuti aku, selimuti aku..."
Beliaupun juga berkata: "Khadijah, aku
khawatir diriku akan tertimpa musibah, aku
khawatir diriku akan tertimpa musibah."
Khadijah menjawab, "Bergembiralah, demi
Allah, Allah tidak akan merendahkanmu
selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam
ucapan, menjaga silaturahim, menanggung
beban, memuliakan tamu dan membantu
orang yang kesulitan."
Subhanallah, itulah pelajaran berharga dari
manisnya sebuah sikap memahami yang
menyamankan. Khadijah tanpa protes
dahulu saat melihat suaminya yang panik,
dan malah sebaliknya, langsung memahami
sang suami yang tengah khawatir dan panik
tersebut dengan memberikan halusnya kata
sebagai timbal balik, dan sikap membangun
kepekaan.
Dia menyelimuti Rasulullah, dan
menenangkan Beliau dengan berkata
"Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak
akan merendahkanmu selamanya". Sikap
memahami yang dilakukan oleh Khadijah
seperti ini mampu meredam susana hati
Rasululah.
Selain itu, pilihan kata yang diucapkannya
mampu menghilangkan kepanikan
suaminya. Khadijah tahu bahwa kalimat
yang intinya menyandarkan kenyamanan
hanya kepada Allah adalah puncak
kenyamanan dan kepasrahan bagi
Rasulullah SAW. Cara berkomunikasi ibunda
kita khadijah tersebut mengalir jujur dan
bukan basa-basi, sehingga menyejukkan
hati yang sedang panas, menenangkan jiwa
yang sedang gemetar, serta memantapkan
keyakinan akan pertolongan Allah.
Inilah Komunikasi dan pemahaman terbaik
yang sangat dahsyat antara suami istri yang
tanpa pelatihan berbelit, dan atau dengan
konsep yang rumit. Semua berasal dari
sebuah ketulusan. Ketulusan menerima
pasangan kita apa adanya, sepaket dengan
bagaimanapun keadaan atau kondisinya
yang lalu, serta yang akan datang.
Termasuk juga ketulusan untuk merangkul
kembali mereka bangkit demi menjadi yang
lebih baik.
Jika hati belum bisa kita didik dan masih
sering protes serta mudah tersulut dengan
apapun kekurangan pasangan kita, maka
belajarlah untuk bersyukur lebih dalam, dan
dalam lagi. Sudah selayaknya kita
bercermin dengan melihat begitu banyak
saudara kita yang belum dapat menikmati
indahnya perkawinan. Masih banyak dari
mereka yang masih harus melakoni ujian
dalam hal belum datangnya jodoh.
Sedangkan kita disini sudah dianugrahkan
pasangan hidup kita dan tinggal menjaga
serta merawatnya. Lantas mengapa kita
masih bersikap yang tidak mencerminkan
kesyukuran dan terimakasih kepada Allah?
Sebuah pernikahan banyak mengandung
pelajaran. Namun hal ini hanya berlaku bagi
pribadi yang mau belajar. Memang tidak
mudah, dan tidak sesederhana yang kita
pikirkan. Lalu mengapa kita harus
menambah lagi dengan melibatkan hal yang
bernama konflik yang semakin membuat
repotnya suasana? Bukankah menyatukan
dua kepala untuk sama-sama selalu dalam
satu misi dan visi hidup saja sudah menyita
banyak waktu?. Apalagi dia adalah jodoh
kita, dimana kita akan menua bersama,
menghabiskan sisa umur kita, dan berbagi
aib serta menyimpan rahasia hanya untuk
berdua. Lantas bagaimana mungkin kita
bisa saling menguliti kekurangan masing-
masing dan bukan malah bekerjasama
memperbaikinya?
Dan yang terakhir...menikah, sejatinya
adalah sebuah anugrah bagi kita. Maka jika
konflik atau ganjalan tentang jodoh kita itu
datang, make it simple saja... Ingatlah
tentang awal niat kita menikah yang hanya
untuk beribadah kepada Allah. ingatkan
juga pasangan kita bahwa pernikahan
adalah ladang amal bagi kita untuk meraih
surga. Ketika pikiran sehat itu kompak
dibentuk oleh kita dan pasangan, maka
inshaAllah akan selalu ada kebersamaan
dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah
tangga kita.