Monday, December 24, 2012

LARANGAN MENGUCAPKAN SELAMAT PADA HARI RAYA KAFIR

Mungkin tidak lama lagi, akan
terdengar, akan terpampang tulisan
yang dibaca “Merry Christmas”, atau
yang artinya Selamat Hari Natal. Dan
biasanya, momen ini disandingkan
dengan ucapan Selamat Tahun Baru.
Sebagian orang menganggap ucapan
semacam itu tidaklah bermasalah,
apalagi yang yang berpendapat
demikian adalah mereka orang-orang
kafir. Namun hal ini menjadi masalah
yang besar, ketika seorang muslim
mengucapakan ucapan selamat
terhadap perayaan orang-orang kafir.
Dan ada juga sebagian di antara kaum
muslimin, berpendapat nyeleneh
sebagaimana pendapatnya orang-orang
kafir. Dengan alasan toleransi dalam
beragama!? Toleransi beragama
bukanlah seperti kesabaran yang tidak
ada batasnya. Namun toleransi
beragama dijunjung tinggi oleh syari’at,
asal di dalamnya tidak terdapat
penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi
bisa juga bentuknya adalah
membiarkan saja mereka berhari raya
tanpa turut serta dalam acara mereka,
termasuk tidak perlu ada ucapan
selamat.
Islam mengajarkan kemuliaan dan
akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya
perlakuan baik terhadap sesama
muslim, namun juga kepada orang
kafir. Bahkan seorang muslim
dianjurkan berbuat baik kepada orang-
orang kafir, selama orang-orang kafir
tidak memerangi kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
ﻻ ُﻢُﻛﺎَﻬْﻨَﻳ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ِﻦَﻋ ْﻢَﻟ ْﻢُﻛﻮُﻠِﺗﺎَﻘُﻳ ﻲِﻓ
ِﻦﻳِّﺪﻟﺍ ﻢُﻛﻮُﺟِﺮْﺨُﻳ ْﻢَﻟَﻭ ﻦِّﻣ ْﻢُﻛِﺭﺎَﻳِﺩ ﻥَﺃ ْﻢُﻫﻭُّﺮَﺒَﺗ
ﺍﻮُﻄِﺴْﻘُﺗَﻭ ْﻢِﻬْﻴَﻟِﺇ َﻪَّﻠﻟﺍ َّﻥِﺇ َﻦﻴِﻄِﺴْﻘُﻤْﻟﺍ ُّﺐِﺤُﻳ
“Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku
adil .” (QS. Al Mumtahanah: 8)
Namun hal ini dimanfaatkan oleh
sebagian orang untuk menggeneralisir
sikap baik yang harus dilakukan oleh
seorang muslim kepada orang-orang
kafir. Sebagian orang menganggap
bahwa mengucapkan ucapan selamat
hari natal adalah suatu bentuk
perbuatan baik kepada orang-orang
nashrani. Namun patut dibedakan
antara berbuat baik (ihsan) kepada
orang kafir dengan bersikap loyal
(wala) kepada orang kafir.
Alasan Terlarangnya Ucapan Selamat
Natal
1- Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan bahwa perayaan bagi
kaum muslimin hanya ada 2, yaitu hari
‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam datang ke Madinah,
penduduk Madinah memiliki dua hari
raya untuk bersenang-senang dan
bermain-main di masa jahiliyah. Maka
beliau berkata : Aku datang kepada
kalian dan kalian mempunyai dua hari
raya di masa Jahiliyah yang kalian isi
dengan bermain-main. Allah telah
mengganti keduanya dengan yang lebih
baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban
(‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul
Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Sebagai muslim yang ta’at, cukuplah
petunjuk Nabi -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- menjadi sebaik-baik petunjuk.
2- Menyetujui kekufuran orang-orang
yang merayakan natal
Ketika ketika mengucapkan selamat
atas sesuatu, pada hakekatnya kita
memberikan suatu ucapan
penghargaan. Misalnya ucapan selamat
kepada teman yang telah lulus dari
kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu juga dengan seorang yang
muslim mengucapkan selamat natal
kepada seorang nashrani. Seakan-akan
orang yang mengucapkannya,
menyematkan kalimat setuju akan
kekufuran mereka. Karena mereka
menganggap bahwa hari natal adalah
hari kelahiran tuhan mereka, yaitu
Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam.
Dan mereka menganggap bahwa Nabi
‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah
hal ini adalah kekufuran yang sangat
jelas dan nyata?
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
ْﻢُﻜُﻨﻳِﺩ ْﻢُﻜَﻟ َﻲِﻟَﻭ ِﻦﻳِﺩ
“Bagimu agamamu, bagiku
agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).
3- Merupakan sikap loyal (wala) yang
keliru
Loyal (wala) tidaklah sama dengan
berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti
loyal, menolong, atau memuliakan
orang kita cintai, sehingga apabila kita
wala terhadap seseorang, akan tumbuh
rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh
karena itu, para kekasih Allah juga
disebut dengan wali-wali Allah.
Ketika kita mengucapkan selamat natal,
hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta
kita perlahan-lahan kepada mereka.
Mungkin sebagian kita mengingkari,
yang diucapkan hanya sekedar di lisan
saja. Padahal seorang muslim
diperintahkan untuk mengingkari
sesembahan-sesembahan oarang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
ْﺖَﻧﺎَﻛ ْﺪَﻗ ٌﺓَﻮْﺳُﺃ ْﻢُﻜَﻟ ٌﺔَﻨَﺴَﺣ َﻢﻴِﻫﺍَﺮْﺑِﺇ ﻲِﻓ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍَﻭ
ُﻪَﻌَﻣ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ ْﺫِﺇ ْﻢِﻬِﻣْﻮَﻘِﻟ ﺀﺍَﺮُﺑ ﺎَّﻧِﺇ ﺎَّﻤِﻣَﻭ ْﻢُﻜﻨِﻣ
َﻥﻭُﺪُﺒْﻌَﺗ ﻦِﻣ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻥﻭُﺩ ﺎَﻧْﺮَﻔَﻛ ْﻢُﻜِﺑ ﺎَﻨَﻨْﻴَﺑ ﺍَﺪَﺑَﻭ
ُﻢُﻜَﻨْﻴَﺑَﻭ ﺀﺎَﻀْﻐَﺒْﻟﺍَﻭ ُﺓَﻭﺍَﺪَﻌْﻟﺍ ًﺍﺪَﺑَﺃ ﻰَّﺘَﺣ ﺍﻮُﻨِﻣْﺆُﺗ
ِﻪَّﻠﻟﺎِﺑ ُﻩَﺪْﺣَﻭ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri
daripada kamu dari daripada apa yang
kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara
kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah saja .” (Qs. Al
Mumtahanah: 4)
4- Nabi melarang mendahului ucapan
salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
َﻻ ﺍﻭُﺀَﺪْﺒَﺗ َﺩﻮُﻬَﻴْﻟﺍ ﻯَﺭﺎَﺼَّﻨﻟﺍ َﻻَﻭ ِﻡَﻼَّﺴﻟﺎِﺑ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan
Nashara dalam salam (ucapan
selamat). ” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan
selamat natal termasuk di dalam
larangan hadits ini.
5- Menyerupai orang kafir
Tidak samar lagi, bahwa sebagian kaum
muslimin turut berpartisipasi dalam
perayaan natal. Lihat saja ketika di
pasar-pasar, di jalan-jalan, dan pusat
perbelanjaan. Sebagian dari kaum
muslimin ada yang berpakaian dengan
pakaian khas perayaan natal. Padahal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang kaum  muslimin untuk
menyerupai kaum kafir.
ْﻦَﻣ ٍﻡْﻮَﻘِﺑ َﻪَّﺒَﺸَﺗ َﻮُﻬَﻓ ْﻢُﻬْﻨِﻣ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Pembicaraan Kelahiran Isa dalam Al
Qur’an
Bacalah kutipan ayat di bawah ini.
Allah Ta’ala berfirman,
ْﺕَﺬَﺒَﺘْﻧﺎَﻓ ُﻪْﺘَﻠَﻤَﺤَﻓ ِﻪِﺑ ﺎًﻧﺎَﻜَﻣ ﺎَﻫَﺀﺎَﺟَﺄَﻓ (22) ﺎًّﻴِﺼَﻗ
ُﺽﺎَﺨَﻤْﻟﺍ ﻰَﻟِﺇ ِﻉْﺬِﺟ ْﺖَﻟﺎَﻗ ِﺔَﻠْﺨَّﻨﻟﺍ ﺎَﻳ ﻲِﻨَﺘْﻴَﻟ ُّﺖِﻣ
َﻞْﺒَﻗ ﺎًﻴْﺴَﻧ ُﺖْﻨُﻛَﻭ ﺍَﺬَﻫ ﺎًّﻴِﺴْﻨَﻣ (23) ﺎَﻫﺍَﺩﺎَﻨَﻓ ْﻦِﻣ
ﺎَﻬِﺘْﺤَﺗ ﺎَّﻟَﺃ ﻲِﻧَﺰْﺤَﺗ ْﺪَﻗ َﻞَﻌَﺟ ﺎًّﻳِﺮَﺳ ِﻚَﺘْﺤَﺗ ِﻚُّﺑَﺭ (24)
ﻱِّﺰُﻫَﻭ ِﻉْﺬِﺠِﺑ ِﻚْﻴَﻟِﺇ ِﺔَﻠْﺨَّﻨﻟﺍ ْﻂِﻗﺎَﺴُﺗ ﺎًﺒَﻃُﺭ ِﻚْﻴَﻠَﻋ
ﺎًّﻴِﻨَﺟ (25)
“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia
mengasingkan diri dengan kandungannya
itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit
akan melahirkan anak memaksa ia
(bersandar) pada pangkal pohon kurma,
dia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya
aku mati sebelum ini, dan aku menjadi
barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.’
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang
rendah: “Janganlah kamu bersedih hati,
sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan
anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah
pangkal pohon kurma itu ke arahmu,
niscaya pohon itu akan menggugurkan
buah kurma yang masak
kepadamu .” (QS. Maryam: 22-25)
Kutipan ayat di atas menunjukkan
bahwa Maryam mengandung Nabi ‘Isa
‘alahis salam pada saat kurma sedang
berbuah. Dan musim saat kurma
berbuah adalah musim panas. Jadi
selama ini natal yang diidetikkan
dengan musim dingin ( winter ), adalah
suatu hal yang keliru.
Penutup
Ketahuilah wahai kaum muslimin,
perkara yang remeh bisa menjadi
perkara yang besar jika kita tidak
mengetahuinya. Mengucapkan selamat
pada suatu perayaan yang bukan
berasal dari Islam saja terlarang
(semisal ucapan selamat ulang tahun),
bagaimana lagi mengucapkan selamat
kepada perayaan orang kafir? Tentu
lebih-lebih lagi terlarangnya.
Meskipun ucapan selamat hanyalah
sebuah ucapan yang ringan, namun
menjadi masalah yang berat dalam hal
aqidah. Terlebih lagi, jika ada di antara
kaum muslimin yang membantu
perayaan natal. Misalnya dengan
membantu menyebarkan ucapan
selamat hari natal, boleh jadi berupa
spanduk, baliho, atau yang lebih parah
lagi memakai pakaian khas acara natal
(santa klaus, pent.)
Allah Ta’ala telah berfirman,
ﺍﻮُﻧَﻭﺎَﻌَﺗَﻭ ﻯَﻮْﻘَّﺘﻟﺍَﻭ ِّﺮِﺒْﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ﺍﻮُﻧَﻭﺎَﻌَﺗ ﺎَﻟَﻭ
ﻰَﻠَﻋ ِﻥﺍَﻭْﺪُﻌْﻟﺍَﻭ ِﻢْﺛِﺈْﻟﺍ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah:
2).
Wallahu waliyyut taufiq.