Tuesday, December 11, 2012

Kiat Agar mudah mengerjakan sholat malam

Penulis:
Ustadz
Abu
Muhammad
Dzulqarnain
(Murid
Ulama
Besar
Saudi
Arabia,
Syaikh
Shaleh
bin
Fauzan
Al-Fauzan)
Berikut beberapa kiat yang insya Allah,
sangat memudahkan seorang hamba untuk
melaksanakan shalat malam.
Pertama: mengikhlaskan amalan hanya
untuk Allah sebagaimana Dia telah
memerintahkan dalam firman-Nya,
ﺎَﻣَﻭ ﺍﻭُﺮِﻣُﺃ ﺎَّﻟِﺇ ﺍﻭُﺪُﺒْﻌَﻴِﻟ َﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ
َﻦﻳِّﺪﻟﺍ َﺀﺎَﻔَﻨُﺣ ﺍﻮُﻤﻴِﻘُﻳَﻭ َﺓﺎَﻠَّﺼﻟﺍ ﺍﻮُﺗْﺆُﻳَﻭ
َﻚِﻟَﺫَﻭ َﺓﺎَﻛَّﺰﻟﺍ ُﻦﻳِﺩ ِﺔَﻤِّﻴَﻘْﻟﺍ .
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali
supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(hal menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat. Yang demikian itulah
agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]
Kedua: mengetahui keutamaan qiyamul lail
dan kedudukan orang-orang yang
mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah
Ta’ala.
Hal tersebut karena siapa saja yang
mengetahui keutamaan ibadah shalat
malam, dia akan bersemangat untuk
bermunajat kepada Rabb-nya dan
bersimpuh dengan penuh penghambaan
kepada-Nya. Hal ini tentunya dengan
mengingat semua keutamaan yang telah
diterangkan pada awal pembahasan buku
ini.
Ketiga: meninggalkan dosa dan maksiat
karena dosa dan maksiat akan memalingkan
hamba dari kebaikan.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
“Apabila tidak mampu mengerjakan shalat
malam dan puasa pada siang hari, engkau
adalah orang yang terhalang dari (kebaikan)
lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah
membelenggumu.” [1]
Keempat: menghadirkan di dalam diri
bahwa Allah yang menyuruhya untuk
menegakkan shalat malam itu. Bila seorang
hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang
Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu
apapun dari hamba, telah memerintahnya
untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu
tentu menunjukkan anjuran yang sangat
penting bagi hamba guna mendapatkan
kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukankah
Allah telah menyeru Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan umat beliau dalam firman-
Nya,
ﺎَﻳ ﺎَﻬُّﻳَﺃ .ُﻞِّﻣَّﺰُﻤْﻟﺍ ِﻢُﻗ َﻞْﻴَّﻠﻟﺍ ﺎَّﻟِﺇ .ﺎًﻠﻴِﻠَﻗ
ُﻪَﻔْﺼِﻧ ِﻭَﺃ ْﺺُﻘْﻧﺍ ُﻪْﻨِﻣ .ﺎًﻠﻴِﻠَﻗ ْﻭَﺃ ْﺩِﺯ ِﻪْﻴَﻠَﻋ
َﻥﺁْﺮُﻘْﻟﺍ ِﻞِّﺗَﺭَﻭ ﺎًﻠﻴِﺗْﺮَﺗ .
“Wahai orang yang berselimut
(Muhammad), bangunlah (untuk
mengerjakan shalat) pada malam hari,
kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu)
seperduanya atau kurangilah sedikit dari
seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu.
Dan bacalah Al-Qur`an itu dengan
perlahan-lahan.” [Al-Muzzammil: 1-4]
Kelima: memperhatikan keadaan kaum salaf
dan orang-orang shalih terdahulu, dari
kalangan shahabat, tabi’in, dan setelahnya,
tentang keseriusan mereka dalam hal
mendulang pahala shalat malam ini.
Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya aku adalah penasihat untuk
kalian lagi orang yang sangat mengasihi
kalian, kerjakanlah shalat oleh kalian pada
kegelapan malam guna kengerian (alam)
kuburan, berpuasalah di dunia untuk terik
panas hari kebangkitan, dan bersedekahlah
sebagai rasa takut terhadap hari yang penuh
dengan kesulitan. Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya aku adalah penasihat untuk
kalian lagi orang yang sangat mengasihi
kalian.” [2]
Tsabit bin Aslam Al-Bunany rahimahullah
berkata, “Tidak ada hal lezat yang saya
temukan dalam hatiku melebihi qiyamul
lail.” [3]
Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah berkata,
“Apabila malam hari datang, saya pun
bergembira. Bila siang hari datang, saya
bersedih.” [4]
Hisyam bin Abi Abdillah Ad-Dastuwa`iy
rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah
mempunyai hamba-hamba yang menolak
tidur pada malam hari karena
mengkhawatirkan kematian saat mereka
tidur.” [5]
Abu Sulaiman Ad-Darany rahimahullah
berkata, “Ahli ketaatan merasa lebih lezat
dengan malam hari mereka daripada orang
yang lalai dengan kelalaiannya. Andaikata
bukan karena malam hari, niscaya saya tidak
suka tetap hidup di dunia.” [6]
Ketika Yazid Ar-Raqasy rahimahullah
mendekati ajalnya, tampak tangisan dari
beliau. Saat ditanya, “Apa yang membuatmu
menangis?” Beliau menjawab, “Demi Allah,
saya menangisi segala hal yang telah saya
telantarkan berupa shalat lail dan puasa
pada siang hari.” Beliau juga berkata, “…
Wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian
tertipu dengan waktu muda kalian. Sungguh,
bila sesuatu yang menimpaku, berupa
kedahsyatan perkara (kematian) dan
beratnya kepedihan maut, telah menimpa
kalian, pastilah (kalian) hanya (akan berpikir)
untuk keselamatan dan keselamatan, untuk
kehati-hatian dan kehati-hatian.
Bersegeralah, wahai saudara-saudaraku –
semoga Allah merahmati kalian-.” [7]
Ishaq bin Suwaid Al-Bashry rahimahullah
berkata, “Mereka (para Salaf) memandang
bahwa tamasya (itu) adalah dengan
berpuasa pada siang hari dan mengerjakan
shalat pada malam hari.” [8]
Adalah Malik bin Dinar rahimahullah tidak
tidur pada malam hari. Ketika ditanya,
“Mengapa saya melihat manusia tidur pada
malam hari, sedangkan engkau tidak?”
Beliau menjawab, “Ingatan tentang neraka
Jahannam tidak membiarkan aku untuk
tidur.” [9]
Mu’adzah bintu Abdillah rahimahallah -yang
menghidupkan malamnya dengan
mengerjakan ibadah- berkata, “Saya takjub
kepada mata (seseorang) yang tertidur,
sedang dia mengetahui akan panjangnya
tidur pada kegelapan kubur.” [10]
Keenam: mengenal semangat syaithan
untuk memalingkan manusia dari qiyamul
lail. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُﺪِﻘْﻌَﻳ ُﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ِﺔَﻴِﻓﺎَﻗ ِﺱْﺃَﺭ ْﻢُﻛِﺪَﺣَﺃ َﺙَﻼَﺛ
ٍﺪَﻘُﻋ ﺍَﺫِﺇ َﻡﺎَﻧ ِّﻞُﻜِﺑ ٍﺓَﺪْﻘُﻋ ُﺏِﺮْﻀَﻳ َﻚْﻴَﻠَﻋ ًﻼْﻴَﻟ
ًﻼﻳِﻮَﻃ ﺍَﺫِﺈَﻓ َﻆَﻘْﻴَﺘْﺳﺍ َﺮَﻛَﺬَﻓ َﻪَّﻠﻟﺍ ْﺖَّﻠَﺤْﻧﺍ
ٌﺓَﺪْﻘُﻋ َﺄَّﺿَﻮَﺗ ﺍَﺫِﺇَﻭ ْﺖَّﻠَﺤْﻧﺍ ِﻥﺎَﺗَﺪْﻘُﻋ ﺍَﺫِﺈَﻓ ﻰَّﻠَﺻ
ِﺖَّﻠَﺤْﻧﺍ ُﺪَﻘُﻌْﻟﺍ َﺢَﺒْﺻَﺄَﻓ ﺎًﻄﻴِﺸَﻧ َﺐِّﻴَﻃ ِﺲْﻔَّﻨﻟﺍ
َّﻻِﺇَﻭ َﺚﻴِﺒَﺧ َﺢَﺒْﺻَﺃ َﻥَﻼْﺴَﻛ ِﺲْﻔَّﻨﻟﺍ
“Syaithan mengikat tengkuk kepala salah
seorang dari kalian sebanyak tiga ikatan
ketika orang itu sedang tidur. Dia memukul
setiap tempat ikatan (seraya berkata),
‘Malam yang panjang atas engkau, maka
tidurlah.’ Apabila orang itu bangun
kemudian menyebut nama Allah, terlepaslah
satu ikatan. Apabila orang itu berwudhu,
terlepaslah satu ikatan (yang lain). Apabila
orang itu mengerjakan shalat, terlepaslah
seluruh ikatannya. Orang itupun berada
pada pagi hari dengan semangat dan jiwa
yang baik. Kalau tidak (mengerjakan amalan-
amalan tadi), orang itu akan berada pada
pagi hari dalam keadaan jiwa yang jelek dan
pemalas.” [11]
Ketujuh: memendekkan angan-angan dan
banyak mengingat kematian. Ini adalah
kaidah yang akan memacu semangat hamba
dalam pelaksanaan ketaatan dan
menghilangkan rasa malas. Dari Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memegang bahuku seraya berkata,
ْﻦُﻛ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ﻰِﻓ َﻚَّﻧَﺄَﻛ ٌﺐﻳِﺮَﻏ ْﻭَﺃ ، ٍﻞﻴِﺒَﺳ ُﺮِﺑﺎَﻋ
‘Jadilah engkau di dunia seperti orang asing
atau pengembara yang sekedar berlalu.’.”
Adalah Ibnu Umar berkata setelah itu,
“Apabila berada pada waktu sore, janganlah
engkau menunggu waktu pagi, dan, jika
engkau berada pada waktu pagi, janganlah
engkau menunggu waktu sore. Ambillah dari
waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, dan
ambillah dari kehidupanmu untuk
kematianmu.” [12]
Kedelapan: mengingat nikmat kesehatan
dan waktu luang. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ِﻥﺎَﺘَﻤْﻌِﻧ ٌﻥﻮُﺒْﻐَﻣ ﺎَﻤِﻬﻴِﻓ ٌﺮﻴِﺜَﻛ َﻦِﻣ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ،
ُﻍﺍَﺮَﻔْﻟﺍَﻭ ُﺔَّﺤِّﺼﻟﺍ
“Dua nikmat yang banyak manusia
melalaikannya: kesehatan dan waktu
luang.” [13]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Rasulullah bersabda kepada seorang lelaki
sembari menasihati lelaki tersebut,
ْﻢِﻨَﺘْﻏﺍ ﺎًﺴْﻤَﺧ َﻞْﺒَﻗ ٍﺲْﻤَﺧ : َﻚَﺑﺎَﺒَﺷ َﻞْﺒَﻗ َﻚِﻣَﺮَﻫ ،
َﻚَﺘَﺤِﺻَﻭ َﻞْﺒَﻗ َﻚِﻤَﻘَﺳ ، َﻙﺎَﻨِﻏَﻭ َﻞْﺒَﻗ َﻙِﺮْﻘَﻓ ،
َﻚَﻏﺍَﺮَﻓَﻭ َﻞْﺒَﻗ َﻚِﻠْﻐُﺷ َﻚَﺗﺎَﻴَﺣَﻭ ، َﻚِﺗْﻮَﻣ َﻞْﺒَﻗ
“Manfaatkan lima perkara dengan segera
sebelum (datang) lima perkara; waktu
mudamu sebelum (datang) waktu tuamu,
kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu,
kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu,
waktu luangmu sebelum (datang) waktu
sibukmu, dan kehidupanmu sebelum
(datang) kematianmu.” [14]
Kesembilan: segera tidur pada awal
malam. Dalam hadits Abi Barzakh
radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
َﻥﺎَﻛَﻭ ُﻩَﺮْﻜَﻳ َﻡْﻮَّﻨﻟﺍ َﺚﻳِﺪَﺤْﻟﺍَﻭ ﺎَﻬَﻠْﺒَﻗ ﺎَﻫَﺪْﻌَﺑ
“Adalah (Rasulullah) membenci tidur
sebelum (mengerjakan shalat) Isya dan
berbincang-bincang setelah (mengerjakan
shalat Isya) tersebut.” [15]
Kesepuluh: menjaga etika-etika tidur
yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, seperti tidur dalam
keadaan berwudhu, membaca “tiga
qul” (yakni surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan
An-Nas), ayat kursi, dua ayat terakhir dari
surah Al-Baqarah, dzikir-dzikir yang
disyariatkan untuk dibaca ketika tidur, serta
tidur dengan bertumpu di atas rusuk kanan.
Kesebelas: menghindari berbagai sebab
yang mungkin melalaikan seorang hamba
terhadap shalat malamnya. Para ulama
menyebutkan bahwa di antara sebab
tersebut adalah terlalu banyak makan dan
minum, terlalu meletihkan diri pada siang
hari dengan berbagai amalan yang tidak
bermanfaat, tidak melakukan qailulah (tidur
siang), dan selainnya.
Demikian beberapa pembahasan berkaitan
dengan tuntunan Qiyamul Lail dan shalat
Tarawih. Mudah-mudahan risalah ini
bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin
dan bisa menjadi pedoman dalam hal
menghidupkan malam-malam penuh berkah
pada bulan Ramadhan dan seluruh bulan
lain. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin. Wallahu
Ta’ala A’lam.
Baca: Panduan Shalat Tahajud
___________
Catatan kaki:
[1] Al-Hilyah karya Abu Nu’aim 8/96.
[2] Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad hal. 148
-dengan perantaraan Ruhbanul Lail 1/328-.
[3] Lihatlah Sifat Ash-Shafwah 2/262 karya
Ibnul Jauzy.
[4] Bacalah Al-Jahr wa At-Ta’dil 1/85 karya
Ibnu Abi Hatim.
[5] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya,
dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no.
61, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy,
sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul
Lail hal. 57.
[6] Disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-
Hilyah 9/275, Ibnul Jauzy dalam Sifat Ash-
Shafwah 2/262, dan Al-Khathib dalam Tarikh
Baghdad 10/248.
[7] Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam
Tarikh-nya 65/92.
[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam
Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 35.
[9] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya,
dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no.
59, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy,
sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul
Lail hlm. 76.
[10] Siyar A’lam An-Nubala` 4/509.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim,
Abu Dawud, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.
[12] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, At-
Tirmidzy, dan Ibnu Majah, hanya saja Ibnu
Majah tidak menyebutkan ucapan Ibnu
‘Umar. Selain itu, ada tambahan pada akhir
riwayat hadits beliau, “… dan hitunglah
dirimu dari penghuni kubur.”
[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, At-
Tirmidzy, dan Ibnu Majah.
[14] Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan
selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albany.
[15] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim,
Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan
Ibnu Majah.